Cangkir yang Cantik
Alkisah, ada seorang pengrajin tanah liat sedang mencari tanah liat. Sesampainya di sawah, ia mengeluarkan cangkulnya dan mencangkul tanah itu untuk dicongkeli dan dibawa pulang. Saat orang itu mnghempaskan cangkulnya ke tanah, si tanah berbicara. “Auw, apa yang kau lakukan, sakit tahu! Berhetilah, aku kesakitan. Kau tidak merasakan apa yang aku rasakan. Tolong berhentilah mencangkuliku, dan tinggalkan aku.”, kata si tanah. Tapi orang itu berkata,”Ini belumlah seberapa, sabarlah!”.
Sesampainya di rumah, orang itu merendam tanah liat tadi. Lagi-lagi si tanah itu berkata,”Sudahlah, aku sudah tidak tahan lagi. Aku tidak bisa bernapas. Hentikalah. Kumohon, jangan siksa aku seperti ini”. Dan orang itu pun menjawab,”Ini belum seberapa, sabarlah!”. Setelah proses perendaman selesai, saatnya beralih ke tahap selanjutnya, yaitu proses pembuatan. Si tanah itu diletakkan di alat yang dipakai untuk membentuk tanah liat. Sambil terus memutar alat itu, orang tadi terus menggerakkan tangannya dengan lihai. Si tanah protes lagi,”Kumohon, hentiknlah. Aku pusing. Cukup sampai di sini saja. Aku sadah tidak tahan.” Tapi orang itu berkata hal yang sama,’Ini belum seberapa, sabarlah!”
Setelah berbetuk, tanah liat itu lalu dibakar. Si tanah itu menjrit kesakitan,”Auw, panas, panas! Kau ingin membunuhkuya? Kumohon hentiknlah semua ini, aku sudah tidak tahan.” Orang itu hanya menanggapi dengan kata-kata yang sama,”Ini belum seberapa, sabarlah!” Dan tibalah saatnya untuk pengecatan. Dengan kelihaian tangannya, prose itu tidak berlangsung lama. Lalu tanah liat tadi dijemur sampai kering.
Setelah semua proses itu selesai, si pengrajin itu berkata kepada tanah liat itu,”Sekarang bercerminlah! Lihatlah dirimu yang sekarang di cermin.” Saat dia melihat dirinya sendiri di depan cermin, ia terpesona dengan kecantikannya sendiri. Ia tidakyakin, apakah yang ia lihat itu dirinya atau khayalannya. Ia sekarang sudah menjadi sebuah cangkir yang cantik, bukan seonggok tanah liat lagi.
Pernahkan kita mengalami hal seperti itu? Kita sering ditimpa musibah, dan kita selalu mengeluh kepada Allah. Kita berpikir bahwa Allah tidak sayang kepada kita. Itu semua salah. Mungkin Allah memberikita musibah dan cobaan, dengan maksud untuk membentuk kepribadian kita agar kita bisa menjadi sebuah cangkir yang cantik. Mungkin kita tidak akan menemukan perubahan kita di dunia, tapi besok di akhirat. Insya Allah. Maka dari itu saudaraku, bersabarlah atas apa yang menimpamu. Karena Allah pasti punya jalan yang terbaik untuk hamba-Nya yang senantiasa istiqomah di jalan-Nya.
1 komentar:
tapi kapan aku bercermin akh, rasanya aku masih seperti tanah liat yang kotor
Posting Komentar